Cerpen Mengharukan
Cerpen mengharukan!!!
Setiap hari, dibawah teriknya sinar matahari Budi melakukan rutinitasnya sebagai penyemir sepatu. Sungguh ironis, anak yang baru berusia 10 tahun harus menanggung beban yang sangat berat karena harus menjaga dan sekaligus merawat Pak Tono ayahnya yang terbujur kaku di tempat tidur karena penyakit lumpuh yang dideritanya sejak diserempet mobil truk pada saat pulang dari menjual ikan. Walaupun Budi setiap hari menyemir sepatu ia tetap bersemangat untuk melakukan aktivitasnya yang belum tentu bisa dilakukan oleh orang yang lebih berumur darinya. Budi tidak sekolah, waktu yang seharusnya dipakai untuk sekolah dan bermain di rumah harus disita untuk menjaga dan merawat ayahnya serta bekerja menyemir sepatu yang upahnya hanya tiga ribu rupiah setiap pasang sepatunya, ini demi sesuap nasi dan untuk obat ayah. Pak tono sebenarnya sangat tidak rela dan merasa kasihan kepada budi tapi apa boleh buat tidak ada jalan yang lebih baik dari ini. Mereka tidak bisa menunggu rejeki Tuhan, walaupun rejeki itu sudah ada tapi rejeki itu tidak akan pergi menghampiri kita melainkan kitalah yang harus mengahampiri rejeki itu.
Pukul 06.00, Budi telah menyiapkan peralatan kerjanya dan ia berpamitan kepada ayahnya sebelum berangkat kerja. Tujuan utamanya di Stasiun Gambir dan terminal-terminal di sekitar rumahnya. Setelah menyemir beberapa sepatu ia istirahat di bawah pohon yang cukup rindang, karena terlalu capek ia tertidur. Namun di seberang jalan terlihat seorang remaja yang dari tadi membuntuti budi, melihat budi yang tertidur lelap remaja tersebut mengambil semua barang budi termasuk uang hasil jerih payahnya yang ditaruh didalam kantongnya. Budi bangun setelah mendengar suara kereta api yang sangat keras, ia kaget melihat barang-barangnya hilang, ia meminta tolong kepada orang disekitarnya namun tak ada yang peduli, ia bingung tidak tahu harus berbuat apa.
Sore menjelang, Budi pulang dengan hati yang sedih bercampur bingung karena besok kembali harus berpuasa karena uang seharusnya dipakai untuk membeli makanan dicuri oleh orang yang tidak mempunyai rasa kemanusiaan. Namun, pada saat berjalan pulang terlihat seorang pria yang berbadan tegak, berpakaian rapi, memakai kacamata hitam, dan membawa sebuah tas tapi lebih mirip koper yang tidak ia ketahui isinya apa menghampiri budi. Budi sempat kaget karena ia tidak mengenal pria tersebut tapi ternyata pria itu baik, ia kasihan melihat budi dan mengajak budi makan di pinggir jalan. Mereka berkenalan, pria tersebut bernama Pak Soni, ia bekerja di salah satu perusahaan yang cukup sukses. Pak soni mengajak budi bekerja di rumahnya sebagai tukang kebun dengan gaji yang lumayan besar. Tanpa basa-basi budi langsung menerima tawaran Pak soni.
Dan akhirnya setelah berbulan-bulan bekerja di rumah Pak Soni, budi bisa mencukupi kehidupannya bersama ayahnya.
By: Andi Griya Riskiullah
Ironi Kehidupan Si Kecil
Setiap hari, dibawah teriknya sinar matahari Budi melakukan rutinitasnya sebagai penyemir sepatu. Sungguh ironis, anak yang baru berusia 10 tahun harus menanggung beban yang sangat berat karena harus menjaga dan sekaligus merawat Pak Tono ayahnya yang terbujur kaku di tempat tidur karena penyakit lumpuh yang dideritanya sejak diserempet mobil truk pada saat pulang dari menjual ikan. Walaupun Budi setiap hari menyemir sepatu ia tetap bersemangat untuk melakukan aktivitasnya yang belum tentu bisa dilakukan oleh orang yang lebih berumur darinya. Budi tidak sekolah, waktu yang seharusnya dipakai untuk sekolah dan bermain di rumah harus disita untuk menjaga dan merawat ayahnya serta bekerja menyemir sepatu yang upahnya hanya tiga ribu rupiah setiap pasang sepatunya, ini demi sesuap nasi dan untuk obat ayah. Pak tono sebenarnya sangat tidak rela dan merasa kasihan kepada budi tapi apa boleh buat tidak ada jalan yang lebih baik dari ini. Mereka tidak bisa menunggu rejeki Tuhan, walaupun rejeki itu sudah ada tapi rejeki itu tidak akan pergi menghampiri kita melainkan kitalah yang harus mengahampiri rejeki itu.
Pukul 06.00, Budi telah menyiapkan peralatan kerjanya dan ia berpamitan kepada ayahnya sebelum berangkat kerja. Tujuan utamanya di Stasiun Gambir dan terminal-terminal di sekitar rumahnya. Setelah menyemir beberapa sepatu ia istirahat di bawah pohon yang cukup rindang, karena terlalu capek ia tertidur. Namun di seberang jalan terlihat seorang remaja yang dari tadi membuntuti budi, melihat budi yang tertidur lelap remaja tersebut mengambil semua barang budi termasuk uang hasil jerih payahnya yang ditaruh didalam kantongnya. Budi bangun setelah mendengar suara kereta api yang sangat keras, ia kaget melihat barang-barangnya hilang, ia meminta tolong kepada orang disekitarnya namun tak ada yang peduli, ia bingung tidak tahu harus berbuat apa.
Sore menjelang, Budi pulang dengan hati yang sedih bercampur bingung karena besok kembali harus berpuasa karena uang seharusnya dipakai untuk membeli makanan dicuri oleh orang yang tidak mempunyai rasa kemanusiaan. Namun, pada saat berjalan pulang terlihat seorang pria yang berbadan tegak, berpakaian rapi, memakai kacamata hitam, dan membawa sebuah tas tapi lebih mirip koper yang tidak ia ketahui isinya apa menghampiri budi. Budi sempat kaget karena ia tidak mengenal pria tersebut tapi ternyata pria itu baik, ia kasihan melihat budi dan mengajak budi makan di pinggir jalan. Mereka berkenalan, pria tersebut bernama Pak Soni, ia bekerja di salah satu perusahaan yang cukup sukses. Pak soni mengajak budi bekerja di rumahnya sebagai tukang kebun dengan gaji yang lumayan besar. Tanpa basa-basi budi langsung menerima tawaran Pak soni.
Dan akhirnya setelah berbulan-bulan bekerja di rumah Pak Soni, budi bisa mencukupi kehidupannya bersama ayahnya.
By: Andi Griya Riskiullah